Minggu, 12 Desember 2010

Wanderer Letter

Bagaimana bila mencari kesejatian cinta kepada angun biru langit raya, sementara hati ini menggerutui awan abu-abu yang sedia menghamparkan hujan, berkeluh pada butiran air saat membasahi jalan dan dedaunan, padahal darinya tanah kering mendapati bakti bagi ruang tumbuh bunga dan perdu. Bagaimana jua mengharap tulus cinta kepada elok samudera, sementara keluh senantiasa mengiringi likuan sungai, padahal mata air pegunungan itu tak kan pernah sampai menyentuh mutiara tanpa melalui jalan panjang alirnya. Kita selalu saja menuntut kesempurnaan cinta diantara batas-batas keindahan dan kemewahan. Kadang kita terlalu lama menunggu diatas dipan yang kita sendiri ragu apakah angan atau harapan. Kita menapik setiap perhatian yang berkunjung, yang coba menawarkan segenggam kasih. Seberapa angkuh kita pun memastikan diri untuk acuh, seraya berujar bahwa sepantasnya kita mendapati lebih baik dari ini. Batas-batas keindahan dan kemewahan yang kita ciptakan sendiri telah menjadi penjara. Sedangkan waktu seperti batu menghempas, menghujam tubuh, memberi bekas-bekas usia, coba menggugah kita bahwa nilai kepantasan yang kita takar dengan keindahan dan kemewahan itu, tak pernah ada. Kita inginkan biru langit, sedangkan kita hanya penakut yang bersembunyi dibalik dahan saat hujan datang. Kita dambakan samudera dan mutiaranya, sedangkan kita tak pernah tahu kemana arah bermuaranya sungai-sungai itu. Kita hanya pengelana fakir yang terlalu banyak menikmati fatamorgana, sambil melukis istana dengan bayang-bayang di atas pasir, saat kita berleha di sisi oase. Kita tak bisa menunggu cinta, kita tak bisa lama berpenjara, sebab kita bisa berlari dideru derasnya hujan, kita bisa riang berenang di bibir sungai, dan biarkan batas-batas itu sirna. Kita hanya pengelana fakir yang tak perlu jauh mencari atau membuat batasan, sebab cinta terlalu angun bagi biru langit, terlalu elok bagi raya samudera, terlalu indah dari keindahan, terlalu mewah dari kemewahan, dan terlalu misteri dari diri kita sendiri. Kita hanya belajar mencinta, dan saat rasa itu datang, lainnya ialah tiada.

(CM/070409)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar