Minggu, 12 Desember 2010

Austerity of Austere

Langkah waktu tanpa pamrih beri peneguh setiap sisi ruang bumi yang terlewati. Pergantian musim menggurui semangat segala macam perubahan yang kadang terasa membingungkan. Bahkan menuntut arang menjadi sebongkah permata, atau segengam pasir kuarsa untuk selapis kaca. Safir dan Mirah Delima, emas ataukah jamrud, dilahirkan melalui rahim kesederhanaan bumi. Kemuliaan diberikan mengiringi nama-nama mereka, karena sebuah proses untuk menjadi telah mereka lalui dideraan zaman. Seperti biduk yang tak bisa memilih angin, namun layar dan haluanlah yang memantaskan diri sebagai kendali. Meski keluhan demi keluhan bergelayut, dan doa-doa ratap meminta kesemestiannya, mau begini, mau begitu, seakan seenaknya saja memaksa agar terkabulkan saat itu juga. Melupakan awal kesederhanaan yang manis, ketika hanya ada tekad menjadi yang terbaik, tanpa peduli merupa intan mutu manikam ataukah pualam. Lupakan bahwa harga akan sebuah nilai kemuliaan datang sebagai tamu yang sekedar singgah lantas kembali pergi. Sementara kesederhanaan batu kali, justru mampu jadi peletak kekokohan dasar akan pondasi, sementara pasir dan kerikil, juga batu bata merah itu sanggup tegap berdiri menjadi dinding pelindung. Lantas tanah merah yang terinjak dan tak terpedulikan merupa atap genteng tertata rapi, menghalangi tikaman matahari dan sayatan pisau-pisau hujan.

Memilih kehidupan adalah angan-angan saat kelemahan datang. Seringkali nasib dan keadaan menjadi sasaran empuk untuk dihujat, dipersalahkan. Seakan sebuah pementasan sandiwara, setiap pemain meminta peran aktor yang menyenangkan. Aktor rupawan, penuh pujian, harta kelimpahan, tahta bersesuaian. Melupakan sebuah kesederhanaan yang sesungguhnya adalah kekuatan. Kesederhanaan yang sederhana, bukan terawang idealisme atau kekakuan dogma, bukan pula sucinya kesakralan, ataupun laku berbauran profan. Kesederhanaan yang sederhana saja, menjadi yang terbaik, menjadi bagian penuh guna. Karenanya terlalu sering menengadah ke atas akan membuat silau silapnya mata, karenanya patut sejenak merunduk memberi damai kembali pada bumi. Sebagaimana awal dari kesederhanaan itu ada dan tidak bisa memilih menjadi apa, maka sesungguhnya yang tercipta ialah yang benar-benar terpilih.

(CM/141208)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar