Minggu, 12 Desember 2010

In Her Silent

Aku memang berharap kau akan membaca tautan kata-kata ini. Adalah kau wanita yang kutemui dan kukagumi ayu parasmu. Begitu tak pernah segan untuk kumemandang, bahkan mungkin kau juga tahu saat kita saling mencuri pandang, hingga tak kita sadari mata kita saling berbicara. Inginku berbagi segenap perasaan ini, temui asmaraku dalam hatimu. Inginku mendengar kau bicara dekat, senyumanmu, tawamu. Tapi mungkin kesalahanku telah berharap banyak padamu, akan kehangatan kasih yang dapat kumiliki. Sehingga aku bertanya sendiri, salah apa yang kuperbuat hingga kau acuhkan diriku. Lihatlah aku lebih dalam dan jangan terburu-buru samakan aku dengan sebagian atau kebanyakan lainnya. Apalagi menyerap sebentuk prasangka lingkungan yang kadang tidak tepat memberitakan perihal diriku. Sebab kita memang tak pernah bisa memaksa setiap orang beranggapan baik, meski sudah berhati-hati dalam berucap dan bertingkah laku. Lihatlah aku lebih dalam. Aku ingin menuliskan betapa berharganya diriku ini agar menjadi bukti bahwa aku tidak pantas kau acuhkan.

Aku berharap kau yang cantik masih membaca tautan kata-kataku ini. Kau yang mungkin belum tahu betapa perjuanganku menghindari cara-cara buruk dalam pekerjaanku, sampai aku merasakan keterasingan, sampai aku merasakan disisihkan, tapi aku tahu Tuhan justru mengasihiku dengan menempa kesabaranku ini. Kau yang berparas ayu yang mungkin selintas menilai aku kecil. Benar aku memang orang kecil, tapi aku ingin kau tahu bahwa aku membesarkan jiwaku dengan bersahabat pada kebaikan. Meski dimasanya hal baik itu terasa tidak lazim dalam lingkungan yang sedikit demi sedikit mulai meninggalkannya. Aku akan berdiri menyuarakan hal baik itu, meski hanya sekedar berbisik, sebab itu adalah bentuk pengabdianku pada Tuhan. Lihatlah diriku lebih dalam, aku tidak senang melihat ketidakadilan, menyepelekan orang, berlaku sewenang-wenang dengan orang kecil. Aku tidak suka dengan orang yang menahan hak orang lain. Sehingga orang merasakan penderitaan dan kesedihan. Aku memang orang kecil sehingga aku turut merasakan, sehingga semampu aku bisa membantu, bisa menyuarakan. Duhai cantik yang masih saja membaca tautan kata-kataku ini dan kau mulai berpikir bahwa aku adalah pribadi yang kaku dan terlalu serius. Sebagian adalah benar, sebab aku dibesarkan bukan dalam kemewahan, maka aku dituntut berjuang keras meraih cita-citaku, maka aku menatah diriku sendiri selalu belajar akan luasnya arti anugerah kehidupan ini. Ketahuilah bahwa aku pun senang tertawa, bergurau dengan teman, bercengkrama dengan kesederhanaan banyak orang, menikmati canda dan senyuman sanak kerabat, bergembira melihat anak-anak kecil yang riang bermain, juga bangga melihat pelajar bergegas menuju sekolahnya.

Duhai adinda manis yang mungkin meragukan perasaanku dan aku masih saja mengingatmu, menyebut namamu dalam doaku. Lihatlah aku lebih dalam, hingga kau berpikir kembali untuk mengacuhkan aku, hingga kau mulai bisa mengartikan tatapanmu padaku yang kadang kau sembunyikan dari jauh. Aku tak bisa memaksakan nyata asmara milikku untuk kau miliki bagimu. Setidaknya kau bisa mengerti, bahwa aku tidak sebagaimana prasangka, tidak sebagaimana yang kau sangka, hingga kau tak lagi mengacuhkan aku. Inilah perasaanku padamu, kuharap kau pun jujur dengan perasaanmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar