Ampuni aku Tuhan, terlalu banyak kuberbicara dan kadang lisanku menyakiti hati orang lain. Ampuni aku karena perilaku keangkuhanku yang sebenarnya tak pantas dihadapanMu. Ampuni aku karena seringkali lalai memenuhi kesempurnaan ibadah kepadaMu. Ampuni aku karena belum sepenuhnya mensyukuri segala karunia dan anugerahMu. Ampuni aku sebab banyak menentang segala ketetapanMu, padahal kumeyakini segalanya untuk kebaikanku. Ampuni aku Tuhan, sebab kebodohanku menghaturkan kemarahanku padaMu. Ampuni aku karena masih belum sanggup memahami segala tanda kasih sayangMu, sehingga seringkali aku banyak mengeluh. Ampuni aku karena masih sedikitnya kesantunanku kepada banyak orang.
Segalanya bagiku, dariMu adalah bentuk keajaiban, adalah bentuk kuasaMu. Aku seperti nahkoda di tengah samudera, lantas Kau tundukkan badai bagiku sehingga layarku berkembang dan menangkap angin, lantas kau nyalakan bintang malam bagiku sehinggaku memahami kemana haluan kuputar arahnya. Aku bagai musafir dihamparan padang pasir, lantas Kau jua sibakkan segala fatamorgana dan sampaikan kakiku pada oase dibawah rindang pepohonan. Kau pertemukan aku pada bermacam orang, dan Kau karibkan aku dengan banyak sahabat yang mengingatkanku akan kebaikan. Tuhanku setiap kali aku berdoa, aku tak tahu ingin kupintakan apa padaMu, karena Kau mengetahui segala isi hatiku, aku malu meminta kepadaMu, teramat banyak dosaku. Ud uni astajib lakum (mintalah, akan Aku kabulkan), seperti itulah kasih sayangMu, perhatianMu yang seringkali aku sepelekan. Tuhanku banyak keajaiban telah Kau wujudkan, maka mudahkan aku dalam berbuat baik, agar kebaikan itu bisa mengantarkan aku pada kasih dan ampunanMu.
(CM/030110)
Seperti Rene Descartes katakan, "cogito ergo sum" berarti aku berfikir maka aku ada, menjadi keniscayaan akan eksistensi insan untuk mengembangkan daya inspirasi, sebagai bentuk penghormatan pada Sang Penciptanya
Minggu, 12 Desember 2010
Madness
Dawai mendayu ruang menderu, wangi mawar jadi tirai udara pada langit, dipan berserakan kata tak bertaut seperti mozaik usang, pujangga hari lalu ialah roman bisu, waktu menepuk pundaknya seraya suguhkan cawan anggur biar mabuk rasa dan fatamorgana memanggil cinta dari bayang-bayang. Riuh suara bertaburan acak, meliuk dalam labirin rasa tiada ujung. Mimpi imaji relung hati temaram berdendang sumbang dalam tawa, hahahahahhahahahahahhahahahhaaaaaaa.
Surut lamunan berbisik diantara dinding malam dan matahari tua mulai suguhkan warna lembayung. Lalu lalang wajah satir dihadapan cermin, solek senyuman hiasi mata, sisakan dunia basa-basi, aku menari berkeliling menerka segala pigura lukisan dengan bentuk tiada beraturan. Lidah api anggun terangi sudut tiang berdiri keangkuhan, dan meja besar, dan singgasana pualam menatap dingin. Lilin-lilin ketulusan dipadamkan, ruangan pun penuh riuh tepuk tangan tawa, hahahahahahahahahahahahaha.
Aku pun terbahak sampai serak.
Melodi memburu bunyinya menyusup relung perangai pesta kemunafikan, semua memandang apatis, nurani sekedar dongeng bagi pandir di tengah kebuasan hari penuh manipulasi. Aku tertawa terhuyung mencoba meraba arah, hahahahahahahahahhaha, nada-nada itu memaksaku lagi menari seraya suguhkan secawan anggur harum penuh sehawa api, lagi dan lagi, hahahahahahahahahahaa, bibirku kelu mataku sayu. Lantai penuh hentak kaki, karam tawa, hahahahahahahahahahaha, tawaku kepingan terhampar ke semua penjuru ruang.
Ayo tertawa, hahahahahahahahaaa, apakah hari akan peduli, memilih ialah kebebasan, tapi seringkali pilihan membatasi dirinya sendiri, seperti boneka di atas panggung sandiwara, hahahahahhaahahhahaha, jadi tak perlu sungkan, tertawalah, hahahahahahahahaha, lihat waktu pun mentertawai aku, hahahahahhahahahahahhaha, aku muak, aku tertawai diri sendiri, hahahahahahahahahaha, hahahahahahahahhahaha, hahahahahahahahahaha,
Aku mengeluh, aku bersimpuh…
Haaaaaaaaaaaaa, haaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa…
Dan tawaku pun,
Menangis !
(CM/141209)
Surut lamunan berbisik diantara dinding malam dan matahari tua mulai suguhkan warna lembayung. Lalu lalang wajah satir dihadapan cermin, solek senyuman hiasi mata, sisakan dunia basa-basi, aku menari berkeliling menerka segala pigura lukisan dengan bentuk tiada beraturan. Lidah api anggun terangi sudut tiang berdiri keangkuhan, dan meja besar, dan singgasana pualam menatap dingin. Lilin-lilin ketulusan dipadamkan, ruangan pun penuh riuh tepuk tangan tawa, hahahahahahahahahahahahaha.
Aku pun terbahak sampai serak.
Melodi memburu bunyinya menyusup relung perangai pesta kemunafikan, semua memandang apatis, nurani sekedar dongeng bagi pandir di tengah kebuasan hari penuh manipulasi. Aku tertawa terhuyung mencoba meraba arah, hahahahahahahahahhaha, nada-nada itu memaksaku lagi menari seraya suguhkan secawan anggur harum penuh sehawa api, lagi dan lagi, hahahahahahahahahahaa, bibirku kelu mataku sayu. Lantai penuh hentak kaki, karam tawa, hahahahahahahahahahaha, tawaku kepingan terhampar ke semua penjuru ruang.
Ayo tertawa, hahahahahahahahaaa, apakah hari akan peduli, memilih ialah kebebasan, tapi seringkali pilihan membatasi dirinya sendiri, seperti boneka di atas panggung sandiwara, hahahahahhaahahhahaha, jadi tak perlu sungkan, tertawalah, hahahahahahahahaha, lihat waktu pun mentertawai aku, hahahahahhahahahahahhaha, aku muak, aku tertawai diri sendiri, hahahahahahahahahaha, hahahahahahahahhahaha, hahahahahahahahahaha,
Aku mengeluh, aku bersimpuh…
Haaaaaaaaaaaaa, haaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa…
Dan tawaku pun,
Menangis !
(CM/141209)
Pray for Love
Kesekian kalinya kupintakan baiknya harap bagi jiwaku dalam genggamanMu. Ini jemari terentang menyuguh isi hati dalam hening sukma yang mengembara dalam lautan keagunganMu. Bilakah Kau, perkenankan aku miliki anugrah cinta seorang kekasih. Bila teguh diriku juga dirinya nyata keikhlasan akan arti merindu segala kuasaMu. Bila dirinya ialah muara bagi sepiku, sehingga hadirnya ialah penawar bagi kehampaan rasa yang kemarin pernah penjarakanku dalam waktu, sehingga dirinya bagiku adalah keteduhan bagi letih jalan terjal mendaki. Tuhanku, mohon Kau berkenan segerakan tibanya seorang kekasih. Adalah dia yang anggun pada kesantunan pekerti, membaca diriku dengan kesederhanaan. Adalah dia yang dapat menempatkan kemuliaannya pada perkara kebaikan, adalah dia yang jujur mencintaiku, adalah dia yang bisa mengenggam dunia dalam tangannya dan bukan dalam hatinya.
Tuhanku yang menyayangiku, tunjukan padaku arah melangkah agar kuraih kekasihku dengan segala kemurahanMu, dengan segala restuMu. Sebab sejauh apapun kukejar dirinya, tanpa izinMu tiada pernah bisa kuasaku dapati cintanya. Hanya dengan kehendakMu asmara ini kan bertemu. Tuhanku, dalam ramainya hari diputaran bumi, lepaskan segala keraguan yang hantui ketulusanku, jangan Kau biarkan aku terpedaya pada perihal kecantikan semata. Jadikan alasanku mencintainya karena keberadaan cintaMu dihatinya, jadikan alasanku menyayanginya karena jerih upayanya untuk dekat mengenalMu, mengenal karuniaMu.
Tuhanku yang tahu segala isi hati, musim demi musim berganti, perjalanannya mengisyaratkan bilamana senjaku tiba. Banyak sudah kuutarakan rasa, bila Kau beri segala inginku, maka amanah bagiku untuk menjaganya dan iringi selalu dalam naunganMu. Namun jika belum jua pintaku tiba, tautkan kesabaran dan keikhlasan, sehingga aku bisa memantaskan diri menerima pemberianMu pada saatnya nanti. Tuhanku hanya padaMu kutujukan segala cinta dan harapan, tanpa kasihsayangMu aku bukan apa-apa lagi.
(CM/251109)
Tuhanku yang menyayangiku, tunjukan padaku arah melangkah agar kuraih kekasihku dengan segala kemurahanMu, dengan segala restuMu. Sebab sejauh apapun kukejar dirinya, tanpa izinMu tiada pernah bisa kuasaku dapati cintanya. Hanya dengan kehendakMu asmara ini kan bertemu. Tuhanku, dalam ramainya hari diputaran bumi, lepaskan segala keraguan yang hantui ketulusanku, jangan Kau biarkan aku terpedaya pada perihal kecantikan semata. Jadikan alasanku mencintainya karena keberadaan cintaMu dihatinya, jadikan alasanku menyayanginya karena jerih upayanya untuk dekat mengenalMu, mengenal karuniaMu.
Tuhanku yang tahu segala isi hati, musim demi musim berganti, perjalanannya mengisyaratkan bilamana senjaku tiba. Banyak sudah kuutarakan rasa, bila Kau beri segala inginku, maka amanah bagiku untuk menjaganya dan iringi selalu dalam naunganMu. Namun jika belum jua pintaku tiba, tautkan kesabaran dan keikhlasan, sehingga aku bisa memantaskan diri menerima pemberianMu pada saatnya nanti. Tuhanku hanya padaMu kutujukan segala cinta dan harapan, tanpa kasihsayangMu aku bukan apa-apa lagi.
(CM/251109)
In Her Silent
Aku memang berharap kau akan membaca tautan kata-kata ini. Adalah kau wanita yang kutemui dan kukagumi ayu parasmu. Begitu tak pernah segan untuk kumemandang, bahkan mungkin kau juga tahu saat kita saling mencuri pandang, hingga tak kita sadari mata kita saling berbicara. Inginku berbagi segenap perasaan ini, temui asmaraku dalam hatimu. Inginku mendengar kau bicara dekat, senyumanmu, tawamu. Tapi mungkin kesalahanku telah berharap banyak padamu, akan kehangatan kasih yang dapat kumiliki. Sehingga aku bertanya sendiri, salah apa yang kuperbuat hingga kau acuhkan diriku. Lihatlah aku lebih dalam dan jangan terburu-buru samakan aku dengan sebagian atau kebanyakan lainnya. Apalagi menyerap sebentuk prasangka lingkungan yang kadang tidak tepat memberitakan perihal diriku. Sebab kita memang tak pernah bisa memaksa setiap orang beranggapan baik, meski sudah berhati-hati dalam berucap dan bertingkah laku. Lihatlah aku lebih dalam. Aku ingin menuliskan betapa berharganya diriku ini agar menjadi bukti bahwa aku tidak pantas kau acuhkan.
Aku berharap kau yang cantik masih membaca tautan kata-kataku ini. Kau yang mungkin belum tahu betapa perjuanganku menghindari cara-cara buruk dalam pekerjaanku, sampai aku merasakan keterasingan, sampai aku merasakan disisihkan, tapi aku tahu Tuhan justru mengasihiku dengan menempa kesabaranku ini. Kau yang berparas ayu yang mungkin selintas menilai aku kecil. Benar aku memang orang kecil, tapi aku ingin kau tahu bahwa aku membesarkan jiwaku dengan bersahabat pada kebaikan. Meski dimasanya hal baik itu terasa tidak lazim dalam lingkungan yang sedikit demi sedikit mulai meninggalkannya. Aku akan berdiri menyuarakan hal baik itu, meski hanya sekedar berbisik, sebab itu adalah bentuk pengabdianku pada Tuhan. Lihatlah diriku lebih dalam, aku tidak senang melihat ketidakadilan, menyepelekan orang, berlaku sewenang-wenang dengan orang kecil. Aku tidak suka dengan orang yang menahan hak orang lain. Sehingga orang merasakan penderitaan dan kesedihan. Aku memang orang kecil sehingga aku turut merasakan, sehingga semampu aku bisa membantu, bisa menyuarakan. Duhai cantik yang masih saja membaca tautan kata-kataku ini dan kau mulai berpikir bahwa aku adalah pribadi yang kaku dan terlalu serius. Sebagian adalah benar, sebab aku dibesarkan bukan dalam kemewahan, maka aku dituntut berjuang keras meraih cita-citaku, maka aku menatah diriku sendiri selalu belajar akan luasnya arti anugerah kehidupan ini. Ketahuilah bahwa aku pun senang tertawa, bergurau dengan teman, bercengkrama dengan kesederhanaan banyak orang, menikmati canda dan senyuman sanak kerabat, bergembira melihat anak-anak kecil yang riang bermain, juga bangga melihat pelajar bergegas menuju sekolahnya.
Duhai adinda manis yang mungkin meragukan perasaanku dan aku masih saja mengingatmu, menyebut namamu dalam doaku. Lihatlah aku lebih dalam, hingga kau berpikir kembali untuk mengacuhkan aku, hingga kau mulai bisa mengartikan tatapanmu padaku yang kadang kau sembunyikan dari jauh. Aku tak bisa memaksakan nyata asmara milikku untuk kau miliki bagimu. Setidaknya kau bisa mengerti, bahwa aku tidak sebagaimana prasangka, tidak sebagaimana yang kau sangka, hingga kau tak lagi mengacuhkan aku. Inilah perasaanku padamu, kuharap kau pun jujur dengan perasaanmu.
Aku berharap kau yang cantik masih membaca tautan kata-kataku ini. Kau yang mungkin belum tahu betapa perjuanganku menghindari cara-cara buruk dalam pekerjaanku, sampai aku merasakan keterasingan, sampai aku merasakan disisihkan, tapi aku tahu Tuhan justru mengasihiku dengan menempa kesabaranku ini. Kau yang berparas ayu yang mungkin selintas menilai aku kecil. Benar aku memang orang kecil, tapi aku ingin kau tahu bahwa aku membesarkan jiwaku dengan bersahabat pada kebaikan. Meski dimasanya hal baik itu terasa tidak lazim dalam lingkungan yang sedikit demi sedikit mulai meninggalkannya. Aku akan berdiri menyuarakan hal baik itu, meski hanya sekedar berbisik, sebab itu adalah bentuk pengabdianku pada Tuhan. Lihatlah diriku lebih dalam, aku tidak senang melihat ketidakadilan, menyepelekan orang, berlaku sewenang-wenang dengan orang kecil. Aku tidak suka dengan orang yang menahan hak orang lain. Sehingga orang merasakan penderitaan dan kesedihan. Aku memang orang kecil sehingga aku turut merasakan, sehingga semampu aku bisa membantu, bisa menyuarakan. Duhai cantik yang masih saja membaca tautan kata-kataku ini dan kau mulai berpikir bahwa aku adalah pribadi yang kaku dan terlalu serius. Sebagian adalah benar, sebab aku dibesarkan bukan dalam kemewahan, maka aku dituntut berjuang keras meraih cita-citaku, maka aku menatah diriku sendiri selalu belajar akan luasnya arti anugerah kehidupan ini. Ketahuilah bahwa aku pun senang tertawa, bergurau dengan teman, bercengkrama dengan kesederhanaan banyak orang, menikmati canda dan senyuman sanak kerabat, bergembira melihat anak-anak kecil yang riang bermain, juga bangga melihat pelajar bergegas menuju sekolahnya.
Duhai adinda manis yang mungkin meragukan perasaanku dan aku masih saja mengingatmu, menyebut namamu dalam doaku. Lihatlah aku lebih dalam, hingga kau berpikir kembali untuk mengacuhkan aku, hingga kau mulai bisa mengartikan tatapanmu padaku yang kadang kau sembunyikan dari jauh. Aku tak bisa memaksakan nyata asmara milikku untuk kau miliki bagimu. Setidaknya kau bisa mengerti, bahwa aku tidak sebagaimana prasangka, tidak sebagaimana yang kau sangka, hingga kau tak lagi mengacuhkan aku. Inilah perasaanku padamu, kuharap kau pun jujur dengan perasaanmu.
Langganan:
Postingan (Atom)